Wali Nanggroe dan Majelis Rakyat Papua Berbagi Cerita

BANDA ACEH - Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar bersama rombongan melakukan pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Hotel Horizon di kawasan Kutaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Minggu (3/10/2021) malam. Kedua belah pihak berbagi cerita tentang pengalaman menghadapi Pemerintah Pusat.

Dalam pertemuan yang berlangsung tiga jam itu, Pimpinan MRP dihadiri Timotius Murib, ketua merangkap anggota (unsur perwakilan adat), Yoel Luiz Mulait SH, wakil ketua I merangkap anggota (unsur perwakilan agama), dan Debora Mote Ssos, wakil ketua II merangkap anggota (unsur perwakilan perempuan).

Sementara delegasi Aceh hadir Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, Sekretaris Jenderal Partai Aceh Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), Jubir Partai Aceh Nurzahri, Dr Raviq (Staf Khusus Wali Nanggroe Aceh), Tgk Anwar Ramli dan tiga anggota DPRA yaitu Tarmizi, Iskandar Usman Al-Farlaki, dan M Rizal Falevi Kirani.

Nurzahri kepada Serambi di Banda Aceh menyampaikan, pertemuan itu berlangsung dari pukul 20.00 hingga 24.00 Waktu Indonesia Timur (WIT). Pertemuan ini merupakan tindak lanjut setelah pihak MRP meminta Nurzahri menjadi saksi ahli dalam gugatan MRP terhadap Undang-Undang Khusus Papua di Mahkamah Konstitusi (MK).

Nurzahri mengatakan, pada awalnya pertemuan hanya dijadwalkan dengan dirinya. Namun dalam waktu bersamaan, Wali Nanggroe dan beberapa anggota DPRA juga hadir ke Papua untuk mengikuti pembukaan PON XX 2021. Sehingga pertemuan itu berkembang menjadi pertemuan resmi antara Wali Nanggroe dengan MRP.

"Dalam pertemuan selama tiga jam lebih tersebut, kedua belah pihak bercerita tentang pengalaman keduanya (Aceh dan Papua) dalam menghadapi Pemerintah Pusat, terutama terkait hubungan yang sudah di atur dalam masing-masing undang-undang kekhususan," ujar Nurzahri seusai pertemuan.

Dalam pertemuan itu, lanjut Nurzahri, Ketua MRP Timotius Murib mengaku Pemerintah Pusat tidak ikhlas memberikan kewenangan dan kekhususan ke Papua. Dari 16 kewenangan kekhususan yang diatur dalam Undang-Undang Papua, hanya 4 kewenangan yang dijalankan dan kini setelah direvisi malah kewenangan Papua dikurangi oleh Pusat.

"Salah satunya adalah tentang dana Otsus. Walau jumlah ditambah menjadi 2,5%, tetapi pengelolaannya ditarik ke pusat atau tidak lagi masuk ke APBD Papua yang nantinya akan dikelola oleh lembaga di bawah kontrol Wakil Presiden," kata Ketua MRP Timotius Murib yang kembali diulang oleh Nurzahri.

Sementara Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haythar, menurut Nurzahri, juga menyampaikan hal yang kurang lebih sama. Ia menyampaikan bahwa kini Undang-Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) telah masuk dalam prolegnas DPR RI.

"Tapi sampai saat ini Aceh belum melihat draft revisi tersebut dan beum ada konsultasi serta pertimbangan DPRA dan ada kemungkinan revisi UUPA akan bernasib sama dengan UU Papua," ujar salah satu poin yang disampaikan Wali Nanggroe Aceh yang dikutip oleh Nurzahri.

Di akhir pertemuan, kata Nurzahri, Wali Nanggroe dan MRP sepakat akan membuat MoU bersama antara Lembaga Wali Nanggroe dan Lembaga MRP yang nantinya akan dilaksanakan di Aceh ketika Lembaga MRP berkunjung ke Aceh.

Adapun isi MoU tersebut direncanakan berisi beberapa poin tentang kerja sama Aceh dan Papua dalam berjuang bersama serta saling dukung agar keinginan rakyat Aceh dan Papua dapat di berikan oleh pemerintah pusat.(mas)

0 Response to "Wali Nanggroe dan Majelis Rakyat Papua Berbagi Cerita"

Post a Comment