Menlu RI Akui Konsensus ASEAN soal Myanmar Minim Progres
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, mengakui begitu kecil kemajuan penerapan lima konsensus terkait krisis di Myanmar yang disepakati negara anggota ASEAN di Jakarta pada April lalu.
"Kita harus akui Implementasi Five Point of Consensus mengalami kelambatan. Namun, Indonesia akan terus berusaha agar terdapat kemajuan-kemajuan," ujar Retno dalam konferensi pers virtual di sela sidang Majelis Umum PBB, Rabu (22/9).
Retno melontarkan pernyataan ini saat diundang untuk mengisi acara di Asia Society secara virtual, pada Selasa (21/9).
Dalam pertemuan itu, Retno juga menjelaskan mengenai upaya ASEAN untuk membantu mengatasi krisis di Myanmar. Ia juga menjabarkan peran Indonesia dalam mengajak negara anggota ASEAN untuk menerapkan konsensus tersebut.
"Karena ini merupakan mandat yang jelas yang diberikan para pemimpin ASEAN di dalam pertemuan di Jakarta pada April yang lalu," ucapnya.
Retno juga menjelaskan mengenai peran yang sudah dilakukan ASEAN sejauh ini. Menurutnya, persatuan dan sentralitas blok Asia Tenggara tentunya sangat penting untuk terus dijaga.
"Sehingga ASEAN dapat terus memberikan kontribusi untuk menjaga perdamaian dan stabilitas Asia Tenggara," katanya.
ASEAN membahas krisis politik Myanmar dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) di Jakarta pada April lalu. Dalam KTT itu, ada lima konsensus yang disepakati.
Poin-poin konsensus itu berisi di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, dialog konstruktif mencari solusi damai, ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan akan ada utusan khusus ASEAN ke Myanmar.
Setelah itu, ASEAN menunjuk Wakil Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam, Erywan Yusof, menjadi utusan khusus untuk Myanmar.
Yusof mengaku telah melakukan pembicaraan dengan pihak militer Myanmar. Menurutnya, mereka menyetujui usulan gencatan senjata pada akhir tahun demi memastikan distribusi bantuan kemanusiaan.
[Gambas:Video CNN]
Myanmar terus menjadi sorotan setelah militer negara itu melancarkan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada 1 Februari lalu. Mereka juga menangkap para petinggi negara, termasuk penasihat sekaligus ketua Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Aung San Suu Kyi.
Tak hanya itu, junta militer juga menangkap siapa pun yang menentangnya. Mereka bahkan tak segan membunuh para penentangnya.
Sejauh ini, menurut catatan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, korban tewas akibat kudeta mencapai 1.114, sementara yang ditangkap sebanyak 8.318 orang.
(isa/has)
0 Response to "Menlu RI Akui Konsensus ASEAN soal Myanmar Minim Progres"
Post a Comment